Kampar, Riau – Kabupaten Kampar, yang dikenal sebagai “Negeri Serambi Mekkah” dengan kentalnya nilai-nilai adat dan agama, kini tengah diguncang badai politik internal yang serius.
Polemik ini bermula dari pernyataan kontroversial Sekretaris Daerah (Sekda) Kampar, Hambali, yang secara terbuka dan terang-terangan menuding Bupati Kampar, Ahmad Yuzar, sebagai sosok yang “bohongnya luar biasa”. Pernyataan yang dilontarkan di muka publik ini sontak memicu kegaduhan dan mengancam stabilitas pemerintahan daerah, sekaligus menarik perhatian tajam dari berbagai lembaga adat yang selama ini menjadi pilar penjaga tatanan sosial di Kampar.
Ketegangan yang terjadi antara dua pucuk pimpinan di eksekutif ini tidak hanya menjadi perbincangan hangat di kalangan birokrasi, tetapi juga meresahkan masyarakat luas. Pasalnya, kritik yang disampaikan Sekda Hambali dinilai telah melampaui batas kepatutan dan etika dalam tata kelola pemerintahan, apalagi disampaikan secara terbuka di hadapan publik. Situasi ini memicu kekhawatiran akan terganggunya kinerja pelayanan publik serta citra pemerintahan daerah di mata masyarakat.
Menyikapi kondisi yang kian memanas ini, suara kearifan lokal pun mulai nyaring terdengar. Salah satu tokoh adat yang paling lantang menyuarakan keprihatinannya adalah Dt. Kholifah dari Kenegerian Kuntu, wilayah Kampar Kiri. Sebagai pemangku adat yang dihormati, Dt. Kholifah tidak dapat menahan diri untuk angkat bicara. Dalam pernyataannya pada Kamis (23/10/2025), ia mengecam keras gaya komunikasi Sekda Hambali. “Kami menyebut bahwa kritikan Sekda tidak pantas. Bagaimana mungkin seorang Sekda Kampar menyebut Bupati Kampar pembohong secara terang-terangan di muka publik?” ujarnya dengan nada prihatin.
Dt. Kholifah menekankan pentingnya menjaga marwah dan martabat pemimpin serta institusi pemerintahan. Menurutnya, perbedaan pendapat adalah hal yang lumrah dalam dinamika pemerintahan, namun cara penyelesaiannya haruslah mengedepankan prinsip musyawarah, mufakat, dan kepala dingin. “Apa pun permasalahannya, cari jalan solusinya yang baik, bukan dengan saling menjatuhkan di hadapan khalayak ramai,” tegasnya.
Lebih jauh, Dt. Kholifah menyampaikan imbauan tegas kepada kedua belah pihak. Kepada Sekda Hambali, ia mengingatkan tentang pentingnya etika dan hierarki dalam pemerintahan. “Kami mengimbau kepada Sekda Kampar Hambali selaku Sekda agar jangan melawan kepada pimpinan Bupati Kampar Ahmad Yuzar,” katanya. Namun, kritik juga tidak luput disampaikan kepada Bupati. “Begitu juga dengan sebaliknya, Bupati jangan semena-mena terhadap bawahan. Hormati posisi dan peran masing-masing,” tambahnya.
Pesan yang paling mendalam dari Dt. Kholifah adalah seruan agar kedua pemimpin tersebut tidak melupakan keberadaan dan peran lembaga adat. “Pandang pula lah kami selaku pemangku adat di negeri Serambi Mekkah Kabupaten Kampar ini,” pungkas Dt. Kholifah. Pernyataan ini bukan sekadar permintaan, melainkan sebuah penegasan bahwa lembaga adat memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga keharmonisan dan ketenteraman di tanah Kampar, serta siap menjadi penengah dalam setiap konflik yang mengancam tatanan sosial dan pemerintahan.
Polemik ini kini menjadi ujian berat bagi kepemimpinan di Kabupaten Kampar. Masyarakat dan lembaga adat berharap agar kedua belah pihak dapat segera menemukan titik temu, menyelesaikan perbedaan dengan bijaksana, demi kepentingan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Kampar yang lebih luas.
**Redaksi**
![]()
